Minggu, 05 Oktober 2014

Mikrolet, Tempat Sampah, dan Hal-hal Nun Penting Lainnya

Ini kisah seorang anak kecil kelahiran tahun twenty-o-one (maksudnya 2001). It may sounds cliche, tapi semoga berguna #ea

Beberapa hari yang lalu, sekolahku libur tengah semester. Awalnya sih udah seneng-seneng bagai orang yang dapet makan setelah berbulan-bulan kelaparan. Tapi, bukan anak kelas IX namanya kalo gak ada kerkel (a.k.a. kerja kelompok) selama liburan berlangsung. PR berjubel yang menumpuk (udah berjubel, numpuk lagi), plus ulangan yang menanti sambil melambaikan tangan dari hari-hari di depan turut melengkapi liburan kali ini. Emang ya, anak sekolah jaman sekarang itu sara pake banget. Pantesan banyak yang ngeluh soal K-13. (eh, aku belom dapet deng).

Kembali ke konteks, hari itu aku ada jadwal kerja kelompok di sekolah. Berhubung itu hari libur, anter jemput yang biasanya nganterin pulang pergi (atau pergi pulang, ya?) dari dan ke sekolah ikutan libur. Karena gak ada yang bisa nganter lagi, aku memutuskan buat ngambil mikrolet (kerennya sih, angkot) buat ke sekolah. Kenapa gak nelpon taksi aja? Soalnya taksi di sekitar kompleks rumahku itu php. Baru bakal dateng setelah 15-25 menitan menunggu. 

Singkat cerita, ternyata si mikrolet udah nungguin di pertigaan jalan. Ya, refleks, aku langsung lompat lah ya ke dalem. (Sebenernya gak lompat juga seh, cuma biar keren aja). Nah, di sinilah menariknya.

*jeng jeng* (kata Ko Jer, post yang baik harus pake sound effect)

Awalnya, mikrolet ini berasa biasa aja. Tapi setelah dirasa-rasa kok makin manis ya? (eh salah. itu kan nasi kalo di dalem mulut). 

Awalnya mikrolet ini berasa biasa aja. Emang sih, pas itu yg ada di pikiranku cuma "bagaimana bisa sampai ke sekolah dan gak bikin mangkel arek arek" (ceritanya, aku telat). Tapi, karena si bapak yang duduk di belakang setir sering banget mberhentiin mikroletnya di tengah jalan, jadilah aku merhatiin sekitar. Ada beberapa hal yang aku temuin waktu mengobservasi (cielah).

Ada satu hal yang paling aku inget tentang mikrolet itu. Berhubung waktu itu penumpangnya cuma aku, aku bisa memperhatikan dengan leluasa tentang objek-objek mungil (eh gak juga) yang tersebar di beberapa sudut mikrolet. Sebut aja tempat tisu (yang mungkin awalnya ada isinya) dan tempat sampah di pojok belakang tempat duduk seperti yang terlampir pada foto di bawah. Juga ada beberapa tempat tisu lain tersebar di sekitar kursi pengemudi, dan satu ... entahlah ... mungkin pemadam api (?) (aku gak yakin), yang terletak tepat di belakang pintu mikrolet yang membuka lebar menuju maut (eh lebay). Hal ini kelihatan kontras banget, apalagi kalo dibandingin sama interior mikrolet itu yang kursinya "telanjang" dan keliatan dagingnya, besi-besi yang catnya mengelupas di sana-sini, dan karat yang tersebar di mana-mana. Mungkin ini salah satu angkot yang sempat menjadi headline news di R*dar Mal*ng, di mana dalam berita itu tertulis ratusan angkot di Kota Malang ini sudah "tidak layak pakai" namun tetap dipergunakan sebagai salah satu transportasi andalan warga. 


Sekilas, mungkin kita berpikir, kok si pak e ini gak bondo (baca: pelit) yo.Tapi coba kita renungkan kembali. Si bapak ini sudah berusaha lho teman-teman. Lha kok bisa? iya, kita bisa liat di "persediaan" yang ada di mikrolet miliknya tersebut. Mungkin bagi kita, harga mengganti cat atau bahkan mengganti kulit pada kursi-kursi mikrolet itu gak seberapa. Tapi, mungkin bagi mereka, itu adalah hal yang harus dicapai dengan menyisihkan beberapa uang mereka. Tapi, at least , kita lihat lah bagaimana pak e ini ngliat kekurangan dia sendiri dan mencoba mencari hal lain untuk meningkatkan mutu dan kualitas mikroletnya. Gak gampang lho introspeksi diri sendiri itu. Apalagi si bapak berhasil menemukan cara untuk meningkatkan mutu mikroletnya dengan cara yang anti mainstream, alias menjaga kebersihan dengan meletakkan tempat sampah, tempat tisu di penjuru mobilnya. Sepanjang sejarah ku, selama aku naik mikrolet, jarang-jarang ada bapak yang niat meletakkan hal itu untuk menjaga kebersihan. 

Dengan si bapak bondo untuk meletakkan hal-hal mungil di penjuru mikroletnya, dia juga secara tidak langsung berperan dalam menjaga kebersihan Kota Malang (oke, ini agak gak nyambung). Contohnya, kebanyakan penumpang di mikrolet memilih untuk membuang sampah-sampah (biasanya makanan) di jalan raya ketimbang menyimpannya untuk dibuang nanti. Dengan adanya tempat sampah, hal ini paling tidak bisa lebih terminimalisir.

Dari cerita si bapak di atas, kita bisa belajar satu hal. Kadang kita merasa kita gak hebat dalam suatu hal. Dalam kasus yang di atas, kita melihat hal ini sebagai kekurangan dana sang bapak dalam membenahi mikroletnya. Si bapak masih berinisiatif mencari cara agar kekurangan tadi tidak menjadi kekurangan yang menjadi-jadi. Di balik kekurangan itu, si bapak masih bisa membeli tempat sampah, atau tempat tisu kecil-kecilan. Si bapak tahu (bukan tempe) kalau penumpangnya kerap kali membuang sampah sembarangan di jalan raya. Atau, kalau dalam konteks problema kehidupan kita sehari-hari, "inisiatif" bapak tadi adalah kelebihan yang bisa kita cari di balik kekurangan kita. Kalau kita gak hebat di bidang A, kita mungkin hebat di bidang B. Inget, Tuhan memberi kita masing-masing talenta. Kalau kita gak berhasil menemukan, apa gak sia-sia? Lagian, kalau kita hidup dalam kekurangan terus, apa itu gak enak dilihat? Kalau kita sudah menemukan kelebihan kita masing-masing, lambat laun tapi pasti, orang tidak akan memandang kekurangan kita lagi sebagai sesuatu yang benar-benar menonjol dalam kehidupan kita.

P.S.: Post ini agak telat, mohon dimaafkan.
P.P.S. : next target: Ko Vincent, haha goodluck
P.P.P.S : tulisan di atas hanya berdasarkan pada observasi dan opini dangkal semata.
P.P.P.P.S: bapaknya juga pasang banyak stiker di mikroletnya. tulisannya beragam. yang paling menarik perhatian saya adalah "Jangan merokok." soalnya, biasanya di mikrolet-mikrolet kan banyak orang-orang merokok yang gak liat kanan-kiri penumpangnya (kadang ada anak kecil, atau ibu hamil, tetep aja ngrokok, duh). sayangnya, gak sempet kefoto soalnya keburu ada penumpang lain.

sekian.

-NTB

1 komentar:

  1. VERY GOOD Tiara, (4 jempol) meskipun ada istilah2 baru yang ga aku mengerti - maklum beda jauhhhhh generasinya. Overall, it's a good writing. And thank you udah menyebut namaku.... itu artinya ada yang baca artikelku/artikel lain disini, karena tadinya sempat down dan kapok nulis disini (lebay). Semoga bisa rajin menulis disini yak - tanpa harus diancam ice bucket...

    BalasHapus